Bukan Sembarang Suling Pemanggil Sapi Di Desa Fatumnasi
“Coba deh lo ke Fatumnasi. Itu kaya
lokasi Harry Potter tau.” Tiba-tiba temanku Desta ngasih saran untuk mampir ke
Fatumnasi.
Waktu itu saya lagi riset untuk
bahan liputan di NTT. Dan Desa Fatumnasi pun jadi bagian dari perjalanan di bulan
januari 2018.Hmmm.. Boleh jugaaa niih.
Desa Fatumnasi saya masukan list ke dalam Trip bulan Januari 2018.
Seperti postingan sebelumnya, moggoo mampir kesini yaa Tari Biola Fatumnasi ada juga ini Tari giring-giring atau tentang pindah rumah Rumah Bulat
dan cerita di Sumba Timur Pantai Tarimbang juga Bukit Merdeka .
Hehehe
Perbatasan Atambua dan Timor Leste |
![]() |
Yeay ke Luar negri,, Timor Leste..haha |
Setelah dari Kota Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Atambua,Timor Leste. Lanjut menuju Fatumnasi. Fatumnasi jadi
destinasi terakhir sembari kami kembali ke Kota Kupang. Setelah itu kami akan
berangkat terbang lagi ke Sumba Timur.
Desa Fatumnasi jaraknya cukup
jauuh, dengan medan yang sulit. Ditambah lagi sedang musim hujan. Jadi harus
sangat hati-hati karena kondisi jalan yang licin. Ahh tapi pemandangannya
cakeeep beneeer. Disinilah hawa sejuk NTB terhirup. Dingiiiinn.. Brrrr.
Perjalanan menuju Desa |
Sudah memasuki Desa Fatumnasi |
Desa Fatumnasi |
Sampai lokasi terlalu siang.
Padahal tadinya target pagi hari sudah sampai. Tapi apa dikata, meleset dari
jadwal. Sampai disana, Kepala Adat Anin fuka langsung menyambut kami dengan
hangat. Keluarga Kepala Adat sangat ramah. Mereka langsung menyediakan kami
santap siang. Tak hanya itu, kain tenun ikat sebagai tanda penyambutan pun
diberikan. Terima kasih bapaaaak.
Bagian depan Rumah Kepala Adat |
Tempat menerima tamu |
Yapsss.. Desa fatumnasi berada di
kawasan gunung mutis. Disana punya keunikan dari pepohonan yang tumbuh kerdil
seperti bonsai. Pantas saja, kalo di desa fatumnasi kaya akan flora dan fauna
nya. Binatang ternak seperti sapi, jadi pemandangan biasa disini. Mereka bebas
berkeliaran sesuka hati, tanpa khawatir sapinya diambil orang.
Rerumputan di hutan tanaman
kerdil ini, makin subur karena hewan ternaknya digembalakan. Kotoran hewan tentunya
jadi pupuk alami. Mereka saling menguntungkan satu sama lain, alias simbiosis
mutualisme.
Keramahan masyarakatnya, tak hanya
terhadap sesama manusia aja. Tetapi cara warga desa disana, memperlakukan hewan
ternak dan tanaman yang tumbuh dengan
keramahan dan kelembutan. Karena mereka sangat menjaga alam titipan Tuhan.
Contohnya niih, untuk berkomunikasi
dengan sapi saja mereka menggunakan feko. Feko itu semacam suling. Suaranya
memanggil sapi, dengan memainkan nada yang ditiup. Telinga sapi dimanjakan, dan
mengerti kemauan majikan. Hehehe. Katanya sih, hewan pun harus diperlakukan
dengan lembut. Salah satu caranya memanggilnya dengan seni musik.
Feko punya lubang pada salah satu
sisinya. Udara yang ditiup masuk ke dalam tabung kecil dengan suara seperti
siulan. Setiap pemilik sapi memunyai ciri
khas bunyi dari irama nada yang berbeda-beda. Feko terbuat dari kayu matani.
Kayu asli yang gak gampang rusak, dan pecah. Untuk perawatannya, asal rajin
dibersihkan saja. Supaya suaranya tetep jernih, dan gak tersumbat uap air.
Oiaa.. ada satu feko yang jadi
warisan dari leluhur kepala adat di desa fatumnasi. Feko yang bagi kepala adat,
dilarang ditiup sembarangan looh. Karena mereka percaya, feko tersebut membuat
menyatu dengan alam. Bisa menghentikan hujan, angin, bahkan meminta hujan dan panas.
![]() |
Kepala Adat sambil pegang Feko |
![]() |
Rumah Kepala Adat. Tempat menimpan barang berharga |
Feko pemberian dari leluhur,
dulunya jadi alat untuk memanggil masyarakat berkumpul pada zaman penjajahan
belanda. Karena suaranya bisa sampai 100 meter jaraknya.
Ada satu lagi yang unik. Jika
sapi sudah kembali, mereka punya tarian yang mengungkapkan rasa gembira karena
sapi atau hewan ternak mereka telah pulang. Mereka bernyanyi, sambil menari
diiringi alat music. Syair yang dinyanyikan berisi ucapan rasa syukur dan
kedekatan dengan alam. Gak ada ketentuan gerakan, masing-masing orang boleh
menari sesuka hati. Bebaaas.. jogetin ajaa tsaay..hehe.
![]() |
Menyanyi dan menari |
Awan seketika mulai gelap. Hujan
deras pun tak segan turun. Kami berlari mencari tempat berlindung di tengah
hutan. Untungnya ada pohon yang bisa menyelamatkan dari basah kuyup. Karena
kerjaan belum selesai, yang tadinya tidak akan menginap jadilah kami bermalam.
Tempat menginapnya masih
tradisional. Namanya rumah bulat.
Kalo kalian tertarik wisata
kesini, bisa banget loog menginap di rumah bulat seperti ini. Karena memang
rumah-rumah ini disediakan sebagai tempat penginapan. Harga semalamnya juga gak
ditarif. Silahkan nego sama Bapak saja ya..hehe.
![]() |
Bagian dalam rumah bulat. Saya tidur sendiri. Aga takut juga sih. haha. |
![]() |
Menu makan |
Sarapan, makan siang juga
disediakan.
Pemandangan kece dengan nuansa Desa, dan adat yang masih kental
siap menyambut wisatawan yang ingin merasakan sensasi Desa Fatumnasi.
Semoga ceritanya bermanfaat :P
--------------------------------------- Ceuceumeo ---------------------------------------------
@nhaegerhana
Comments
Post a Comment