Bersepeda...Gaya Hidup Baru Di Masa Transisi





Gambar potongan pesan dari WhatsApp di atas, adalah percakapan antara saya, sepupu, dan seorang teman. Tau kah apa persamaannya?? Yaaaa, isi yang dibahas sama, yaitu tentang sepeda. Mereka berniat membeli sepeda. Asiiik sepeda baruuu :)


Gak sampai disitu aja, geliat pembahasan tentang sepeda juga terjadi di WhatsApp Group keluarga. Mulai dari ajakan gobar alias gowes bareng, kirim foto sepeda, foto lagi jajan di toko sepeda, intinya sih saling support supaya tetep sehat dengan bersepeda. 

Alhasil, WhatsApp Group (WAG) keluarga jadi berasa kaya WAG Komunitas sepeda..haha.. ^.^

Padahal saya sudah punya 4 WAG komunitas sepeda. Naah ditambah ini, jadi berasa punya 5 WAG sepeda kayanya deeh..hehe.


Itu hanya sefruit contoh sepeda yang lagi hype di lingkungan kecil saya. Daaaan ternyata, minat bersepeda gak hanya terjadi di lingkungan keluarga dan teman dekat saya saja toooh. 


Trend bersepeda saat ini semakin meningkat. Virus corona berhasil menggerakan hati dan melahirkan hobi baru bersepeda.

Okeee.. Gak usah jauh-jauh, kita cek di Ibu Kota deeeh.



Mengutip dari Antara.com, The Institute For Transportation and Development Policy (ITDP) mengumumkan, telah terjadi peningkatan jumlah pengguna sepeda pada titik tertentu di Jakarta. Selama masa PSBB Transisi, sebesar 1.000 persen atau 10 kali lipat dari sebelumnya. 

Tuh kan, makin bertambah peminat sepeda Gaiiiss.. Data ini didapatkan dari hasil pengamatan pada bulan juni 2020. Kalo sudah seperti ini, tentunya bakal berimbas pada produsen yang membuat sepeda, dan penjual sepeda.


Seorang teman, yang punya toko sepeda menceritakan kalo gudang sampe kosong saking banyak yang beli sepeda dengan berbagai merk. Ada juga teman yang menjual berbagai sparepart sepeda secara online, katanya di bulan juni 2020 ini, transaksi penjualan perputaran uang 7 kali lipat dibandingkan dengan bulan januari 2020. Warbiasa.. Padahal sekarang baru sampai pertengahan juni loooh ya. Rezeki memang gak kemana yaa.


Bahkan, Pengusaha sepeda terbesar dunia banjir orderan. Yaps, pabrik-pabrik di Taiwan mulai sibuk dengan unit baru  karena permintaan sepeda semakin meningkat (Vivanews.com). 



Wow, di tengah pandemi, justru menjadi berkah dalam meningkatkan ekonomi.

Sepertinya Trend bersepeda terjadi karena masyarakat menjadi lebih peduli terhadap kesehatan. Yang tadinya cuek, mulai memperhatikan cara untuk menjaga stamina tubuh agar daya imun tetap kuat.

Selain itu, bersepeda jadi cara alternatif dan moda transportasi yang efektif, menuju kantor selama masa transisi menuju new normal. Pesepeda gak ngambil resiko berada di kerumunan dalam transportasi umum. Sehingga lebih aman dari virus corona.

A
palagi bersepeda adalah olahraga rekreasi. Bukan hanya untuk kesehatan aja, tapi ada rasa senang saat kita mengayuh sepeda. Apalagi kalo gowesnya bareng kamuuuu.. Eeeaaaaa.. :P

Ada juga yang beralasan karena rasa jenuh selama karantina mandiri. Keinginan keluar rumah menikmati udara pagi hari, tapi tetap menjaga jarak. Naaah sepeda bisa jadi solusi pada masa transisi saat ini. Tapiii, kalo jadi bahan modus ajak si doi, Ah itu mah, lain lagiii.. Wkkkkkk.. :P


Oiaaa, Sebelum adanya virus corona, Pemerintah DKI sudah mendukung warga di Ibu Kota untuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. Yaaaaps, bulan November 2019 lalu, Pemprov DKI menyediakan jalur untuk bersepeda sepanjang 63 km. Asyik kan, ada jalur sepeda di berbagai sudut kota.

Bersepeda di Jogja kala itu :)
Ngomongin sepeda, gak jauh dari soal jenis atau merk yang digunakan. Masyarakat awam pada umumya sudah melek dengan merk dan harga sepeda yang fantastis.

Salah satu penyebabnya, semenjak mencuat kasus penyelundupan sepeda lipat brompton di pesawat Garuda Indonesia. Sepeda lipat harga 50 juta pun jadi viral, dan makiin eksis laku keras deh di pasaran untuk memenuhi hasrat bersepeda.

Memang siih, bersepeda saat ini bukan hanya sebagai alat transportasi, dan olahraga yang populer saja. Tapi jadi gaya hidup bagi masyarakat urban. Sepeda yang mereka pilih menggambarkan faktor sosial dan gaya hidup.


Kalo kata Kotler dan Armstrong (2008), Gaya Hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan individu yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup mencerminkan sesuatu dibalik kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uangnya. 

Setiap orang punya pilihan, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Jadi tak perlu dipermasalahkan. 

Yang pentiing, apapun sepeda yang digunakan, kita bersepeda dengan aman, mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Dan tentunya menggunakan perlengkapan sepeda yang sesuai dan aman. Seperti helm, sarung tangan, dan lampu.

Karena satu sepeda, sejuta saudara..

Eehhmm.. Jadiii kapan nih kita gowes bareeng??? :D


Warung Nangka Dago Atas sebelum corona berkeliaran


Tahura Kota Bandung sebelum ada corona


--------- Ceuceumeo -------------

Comments

  1. Pas banget Nhae, istriku baru beli sepeda bulan lalu juga, termasuk berkontribusi kayaknya terhadap statistik peningkatan penjualan sepeda di Jakarta wakakakak. Eh enggak ding, kami belinya di Cileungsi, dan Cileungsi masuknya Kabupaten Bogor.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beli juga doong sepeda nya. Biar ada couple dari Cileungsi.. hehehe.. Kalo gak corona mah bisa gowes bareeeng

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Makna Dibalik Tari Giring - Giring Kabupaten Timor Tengah Selatan

Cerita Rambut Merah Bilalang

Tari Biola Dari Desa Adat Fatumnasi Nusa Tenggara Timur