Kearifan Lokal Suku Kajang
Mei 2013
Negri kita tercinta ini, tak hanya kaya akan alamnya yang indah, tak hanya lautan yang luas, tak hanya keanekaragaman yang terhampar, tak hanya budaya yang tersebar. Beraneka ragam suku, agama, terbalut dalam satu darah Indonesia..
Misi saya kali ini menelusuri jejak salah satu Suku yang ada di Pulau Sulawesi. Matahari kala itu sudah berganti senja. Kegelapan menyelimuti perjalanan kami. Tanpa lampu penerangan di kanan kiri jalan. Disambut pepohonan berdiri tegak mengiringi semangat kami menuju pedalaman sulawesi Selatan. Tak ada satupun dari kami yang pernah ke lokasi ini. Sehingga perlu waktu lebih lama hingga sampai lokasi. Yaah, tentu kami harus bertanya, mencari tau keberadaan suku pedalamam ini.
Waktu semakin malam menemani, jalan berkelok nan sepi, dedaunan menari-nari diujung jalan tanpa henti. Sampai akhirnya, kami sampai di sebuah perkampungan yang tampak sunyi.
Sambutan hangat Keluarga Kepala Desa menjadi energi semangat buat saya. Rumah Kepala Desa ini pun menjadi tempat saya bersama 3 orang teman untuk bermalam. Ibu Kepala Desa yang berasal dari Jawa tengah, pandai sekali memasak. Rasanya kami tak berhenti makan disana.Ehmm tepatnya saya siih..hahaha..
Satu hal yang menjadi keunikan, ciri khas, dan akan terus dijaga oleh suku kajang. Pakaian yang dikenakan serba hitam. Pengunjung atau tamu pun wajib menggunakan pakaian, celana serba hitam, tanpa terkecuali.
Warna hitam ini memiliki makna kesamaan derajat setiap orang, juga melambangkan kesederhanaan. Tidak ada perbedaan antar manusia, setiap hari dengan warna pakaian yang sama, menciptakan kebersamaan tiada tara, saling menghargai dan menghormati.
Pagi harinya, kami akan menuju suku kajang dalam. Untuk menuju lokasi, tidak boleh
menggunakan kendaraan. Pengunjung harus berjalan kaki sejauh sekitar
10 menit.
Suasana asri, penuh pepohonan, udara sejuk, dengan penduduk yang tidak terlalu padat. Semua rumah terbuat dari kayu. Rumah berukuran 6 x 10 m, memakai ijuk sebagai atapnya.
Bentuk rumahnya seragam. Begitupun dengan desain dalam rumahnya, hampir semua seragam. Posisi dapur harus di depan, sebelah ruang tamu, Hmmmm,,, bukan di paling belakang seperti pada umumnya looh. Wooow rupanya mereka sangat menghormati tamu, karena jika ada tamu yang datang wajib makan masakan mereka.Dapur terletak di sebelah ruang tamu agar memudahkan saat menjamu tamu yang datang.. huaaa, saya pun kenyang dibuatnya..hihihi.. Memasaknya pun masih menggunakan kayu bakar. Itu yang membuat masakan makin sedappp..
Isi rumahnya tidak memiliki perlengkapan kursi, dan tempat tidur. Tapi suasana nyaman, akan terasa di dalam rumah.. rasanya adeeeemmmm..
Tidak hanya itu.. Suku kajang sangat mencintai lingkungannya. Mereka memiliki peraturan yang wajib dicontoh. Jika sudah menebang pohon, wajib melakukan penanaman pohon kembali. Luaar biasa bukaaan??
Mereka juga terampil membuat sarung tenun looh. Sarung
tenun yang dibuat juga berwarna hitam. Alat yang digunakan namanya paturung. Proses pengerjaan satu sarung, membutuhkan waktu selama 105 hari. Harga yang dijual, muali dari Rp. 500.000,-
Terimakasih Kepala Desa Suku Kajang, Kepala Suku, dan semua teman teman suku kajang yang begitu hangat. Semoga sehat, dan tetap dalam lindungan Allah SWT. Special thanks to Ibu Kepala Desa, juga Cici. Semoga kita bisa ketemu lagi yaaaa.. ^,^
Negri kita tercinta ini, tak hanya kaya akan alamnya yang indah, tak hanya lautan yang luas, tak hanya keanekaragaman yang terhampar, tak hanya budaya yang tersebar. Beraneka ragam suku, agama, terbalut dalam satu darah Indonesia..
Misi saya kali ini menelusuri jejak salah satu Suku yang ada di Pulau Sulawesi. Matahari kala itu sudah berganti senja. Kegelapan menyelimuti perjalanan kami. Tanpa lampu penerangan di kanan kiri jalan. Disambut pepohonan berdiri tegak mengiringi semangat kami menuju pedalaman sulawesi Selatan. Tak ada satupun dari kami yang pernah ke lokasi ini. Sehingga perlu waktu lebih lama hingga sampai lokasi. Yaah, tentu kami harus bertanya, mencari tau keberadaan suku pedalamam ini.
Waktu semakin malam menemani, jalan berkelok nan sepi, dedaunan menari-nari diujung jalan tanpa henti. Sampai akhirnya, kami sampai di sebuah perkampungan yang tampak sunyi.
Rumah kepala desa Suku Kajang |
Suku kajang adalah suku yang tinggal di pedalaman
sulawesi selatan. Tepatnya di kecamatan kajang, Kabupaten Bulukumba. Daerahnya sering di sebut dengan sebutan Tana Toa, dengan suku adatnya bernama
ammatoa.
Di rumah kepala desa, sinyal HP masih sedikit terselamatkan. Listrik pun masih bisa kami gunakan. Berbeda dengan suku kajang bagian dalam. Jika kesana, bersiap tanpa listrik dan sinyal HP. Okei, kalo mau buat status, sekarang saatnya.. Sebelum memasuki pedalaman..hehehe.. Satu hal yang menjadi keunikan, ciri khas, dan akan terus dijaga oleh suku kajang. Pakaian yang dikenakan serba hitam. Pengunjung atau tamu pun wajib menggunakan pakaian, celana serba hitam, tanpa terkecuali.
Warna hitam ini memiliki makna kesamaan derajat setiap orang, juga melambangkan kesederhanaan. Tidak ada perbedaan antar manusia, setiap hari dengan warna pakaian yang sama, menciptakan kebersamaan tiada tara, saling menghargai dan menghormati.
Pintu masuk menuju suku kajang dalam |
Suasana asri, penuh pepohonan, udara sejuk, dengan penduduk yang tidak terlalu padat. Semua rumah terbuat dari kayu. Rumah berukuran 6 x 10 m, memakai ijuk sebagai atapnya.
Bentuk rumahnya seragam. Begitupun dengan desain dalam rumahnya, hampir semua seragam. Posisi dapur harus di depan, sebelah ruang tamu, Hmmmm,,, bukan di paling belakang seperti pada umumnya looh. Wooow rupanya mereka sangat menghormati tamu, karena jika ada tamu yang datang wajib makan masakan mereka.Dapur terletak di sebelah ruang tamu agar memudahkan saat menjamu tamu yang datang.. huaaa, saya pun kenyang dibuatnya..hihihi.. Memasaknya pun masih menggunakan kayu bakar. Itu yang membuat masakan makin sedappp..
Isi rumahnya tidak memiliki perlengkapan kursi, dan tempat tidur. Tapi suasana nyaman, akan terasa di dalam rumah.. rasanya adeeeemmmm..
Penerangan masih tradisional dengan menggunakan
minyak tanah, karena mereka menolak listrik, dan mempertahankan kerifan lokal.
Tidak hanya itu.. Suku kajang sangat mencintai lingkungannya. Mereka memiliki peraturan yang wajib dicontoh. Jika sudah menebang pohon, wajib melakukan penanaman pohon kembali. Luaar biasa bukaaan??
Proses membuat benang untuk ditenun |
Proses pengambilan gambar benang tenun |
Pemilik rumah |
Masyarakat suku kajang juga memiliki budaya tarian. Namanya tarian pasapu. Tarian pasapu
adalah tarian yang mengisahkan perkelahian karena kekalahan dalam kegiatan
sabung ayam. Tarian ini ditampilkan dalam acara tertentu, seperti
pernikahan, dan upacara adat. Maknanya adalah agar tidak melakukan sabung
ayam. Karena akan merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Terimakasih Kepala Desa Suku Kajang, Kepala Suku, dan semua teman teman suku kajang yang begitu hangat. Semoga sehat, dan tetap dalam lindungan Allah SWT. Special thanks to Ibu Kepala Desa, juga Cici. Semoga kita bisa ketemu lagi yaaaa.. ^,^
Nhae udah ke Kajang aja. Gua yang orang Sulsel aja belum pernah main kesini hehehehe
ReplyDeleteKaduhung difollow :(
ReplyDelete#sirik
Assalamualaikum kak, kalo boleh tanya transport buat ke suku kajang waktu itu naik apa ya
ReplyDelete@cipu : MashaAllah maaf ini baru bls.. hehe.. iyaa Alhamdulillah..
ReplyDelete@kiki : hahahaa..
ReplyDelete@kevin.. Walaikumsalam.. maaf abru cek blog lagi.. waktu itu aku pake mobil rental gitu.. Kalo mau kontaknya, bisa aku kasih.. DM aja di IG yaaaa.. Ini IG akuuu.. @nhaegerhana